Benang Filamen Nilon Terbebas dari BMAD India
Pemerintah India
membebaskan produk benang filamen nilon (nylon filament yarn) asal
Indonesia dari pengenaan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) setelah
berlangsung selama 11 tahun. Kementerian Perdagangan (Kemendag)
menyatakan, informasi ini disampaikan oleh Directorate General of
Anti-Dumping and Allied Duties (DGAD) India melalui notifikasi F. No.
15/17/2016-DGAD pada 5 Januari 2018.
Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan mengatakan, DGAD India merekomendasikan penghentian pengenaan BMAD terhadap produk impor benang filamen nilon asal Indonesia pada 5 Januari 2018. "Hasil ini merupakan usaha bersama antara Pemerintah Indonesia dan sektor swasta. Pemerintah akan terus berkomitmen untuk membuka dan mengamankan akses pasar produk ekspor Indonesia,” katanya.
Benang filamen nilon merupakan benang filamen sintetis hasil proses polimerisasi organik monomer, biasa diaplikasikan pada industri tekstil. Aplikasi utama penggunaan benang filamen nilon adalah untuk pembuatan pakaian dalam, baju renang, jala ikan, benang jahit, selotip, dan sebagainya.
Sementara dumping dalam konteks hukum perdagangan internasional adalah suatu bentuk diskriminasi harga internasional yang dilakukan oleh sebuah perusahaan atau negara pengekspor, yang menjual barangnya dengan harga lebih rendah di pasar luar negeri dibandingkan di pasar dalam negeri sendiri.
Hasil temuan otoritas India menunjukkan bahwa selama 11 tahun pengenaan BMAD atas produk tersebut, industri domestik India telah mendapat kesempatan memperbaiki dan telah berhasil memulihkan kondisinya. "Ditemukan juga fakta bahwa industri lokal di India dalam keadaan sehat," kata Oke.
Selama ini Pemerintah Indonesia menyuarakan penghentian pengenaan BMAD India untuk produk benang filamen nilon asal Indonesia. Upaya pembelaan telah ditempuh baik melalui sanggahan tertulis maupun dengar pendapat (hearing) yang dilaksanakan di New Delhi, India.
Dalam sanggahan tersebut, Oke menyatakan Pemerintah Indonesia selalu menekankan bahwa dampak perpanjangan pengenaan BMAD selama ini seharusnya sudah memberikan kesempatan yang cukup bagi industri domestik India untuk kembali menikmati pertumbuhan positif dan signifikan.
Penyelidikan antidumping oleh Pemerintah India terhadap produk impor benang filamen nilon asal Indonesia dimulai pada tahun 2006. DGAD India kemudian menerapkan BMAD terhadap impor produk tersebut sebesar US$0,46-US$1,11 per kilogram.
Pengenaan BMAD selanjutnya diperpanjang melalui sunset review pertama pada tahun 2012, yang berlaku selama 5 tahun hingga tahun 2017. Selain Indonesia, negara yang dituduh dumping dalam penyelidikan ini adalah Malaysia, China, Thailand, Taiwan, dan Korea Selatan.
Ekspor benang filamen nilon Indonesia ke India mencapai puncaknya sebelum pengenaan BMAD, yaitu sebesar US$22,9 juta di tahun 2004 dan US$22,2 juta di tahun 2005. Setelah Pengenaan BMAD, ekspor menurun drastis pada 2006 ke angka US$8,7 juta dan mencapai titik terendah pada 2016 dengan nilai sebesar US$573 ribu.(*)
Sumber: klik di sini
* Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 149 database, klik di sini
Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan mengatakan, DGAD India merekomendasikan penghentian pengenaan BMAD terhadap produk impor benang filamen nilon asal Indonesia pada 5 Januari 2018. "Hasil ini merupakan usaha bersama antara Pemerintah Indonesia dan sektor swasta. Pemerintah akan terus berkomitmen untuk membuka dan mengamankan akses pasar produk ekspor Indonesia,” katanya.
Benang filamen nilon merupakan benang filamen sintetis hasil proses polimerisasi organik monomer, biasa diaplikasikan pada industri tekstil. Aplikasi utama penggunaan benang filamen nilon adalah untuk pembuatan pakaian dalam, baju renang, jala ikan, benang jahit, selotip, dan sebagainya.
Sementara dumping dalam konteks hukum perdagangan internasional adalah suatu bentuk diskriminasi harga internasional yang dilakukan oleh sebuah perusahaan atau negara pengekspor, yang menjual barangnya dengan harga lebih rendah di pasar luar negeri dibandingkan di pasar dalam negeri sendiri.
Hasil temuan otoritas India menunjukkan bahwa selama 11 tahun pengenaan BMAD atas produk tersebut, industri domestik India telah mendapat kesempatan memperbaiki dan telah berhasil memulihkan kondisinya. "Ditemukan juga fakta bahwa industri lokal di India dalam keadaan sehat," kata Oke.
Selama ini Pemerintah Indonesia menyuarakan penghentian pengenaan BMAD India untuk produk benang filamen nilon asal Indonesia. Upaya pembelaan telah ditempuh baik melalui sanggahan tertulis maupun dengar pendapat (hearing) yang dilaksanakan di New Delhi, India.
Dalam sanggahan tersebut, Oke menyatakan Pemerintah Indonesia selalu menekankan bahwa dampak perpanjangan pengenaan BMAD selama ini seharusnya sudah memberikan kesempatan yang cukup bagi industri domestik India untuk kembali menikmati pertumbuhan positif dan signifikan.
Penyelidikan antidumping oleh Pemerintah India terhadap produk impor benang filamen nilon asal Indonesia dimulai pada tahun 2006. DGAD India kemudian menerapkan BMAD terhadap impor produk tersebut sebesar US$0,46-US$1,11 per kilogram.
Pengenaan BMAD selanjutnya diperpanjang melalui sunset review pertama pada tahun 2012, yang berlaku selama 5 tahun hingga tahun 2017. Selain Indonesia, negara yang dituduh dumping dalam penyelidikan ini adalah Malaysia, China, Thailand, Taiwan, dan Korea Selatan.
Ekspor benang filamen nilon Indonesia ke India mencapai puncaknya sebelum pengenaan BMAD, yaitu sebesar US$22,9 juta di tahun 2004 dan US$22,2 juta di tahun 2005. Setelah Pengenaan BMAD, ekspor menurun drastis pada 2006 ke angka US$8,7 juta dan mencapai titik terendah pada 2016 dengan nilai sebesar US$573 ribu.(*)
Sumber: klik di sini
* Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 149 database, klik di sini
** Butuh 19 Kumpulan Database Otomotif, klik di sini
*** Butuh competitor intelligence ataupun riset khusus (survei & observasi), klik di sini
*** Butuh competitor intelligence ataupun riset khusus (survei & observasi), klik di sini
**** Butuh copywriter specialist, klik di sini
***** Butuh content provider, klik di sini
Komentar
Posting Komentar