Ekonomi RI Menuju Level Pra-Pandemi, Laporan Bank Dunia

 

Duniaindustri.com (Maret 2021) -- Bank Dunia dalam laporan ekonomi terkini untuk Asia dan Pasifik mengakui pemulihan ekonomi Indonesia menuju level pra-pandemi. Disebutkan juga, banyak dari perekonomian negara-negara di kawasan Asia timur dan pasifik mulai bangkit di paruh kedua tahun 2020, setelah mengalami kemunduran.


 

Namun, dari antara negara-negara ekonomi besar di kawasan ini, hanya Tiongkok dan Vietnam yang mempunyai pola pemulihan berbentuk V (V-shape) dengan output yang melampaui level pra-COVID-19 tahun 2020. Sebagian besar negara lainnya belum pulih secara penuh dari segi output maupun momentum pertumbuhan.

Sampai akhir tahun 2020, output di empat negara ekonomi besar lainnya telah membaik namun secara rata-rata masih berada di kisaran 5 persen di bawah level pra-pandemi. Kesenjangan terkecil terdapat di Indonesia (2,2%) dan kesenjangan terbesar di Filipina (8,4%). Kontraksi ekonomi cukup berat dan terus-menerus di beberapa negara kepulauan kecil, dengan output di tahun 2020 tetap berada pada 10% atau lebih di bawah level pra-pandemi di Fiji, Palau dan Vanuatu.

Dengan demikian, Bank Dunia menilai pemulihan ekonomi di kawasan Asia Timur dan Pasifik dari pandemi virus corona belum merata. Hanya Tiongkok dan Vietnam yang ekonominya diprediksi mampu tumbuh 8,1% dan 6,6% pada tahun ini. Sedangkan Indonesia diyakini pulih ke level pra-pandemi tahun ini.

Aaditya Mattoo, Chief Economist for East Asia and the Pacific, World Bank, mengatakan pandemi virus corona seperti hidra, monster berkepala banyak dalam mitologi Yunani. Covid-19 ternyata sulit ditanggulangi padahal sudah berlangsung selama satu tahun sejak kasus pertama dikonfirmasi di Wuhan.

"Tiongkok dan Vietnam, yang telah berhasil mengendalikan sebagian besar penyakit ini, sesekali masih mengalami wabah lokal," kata Aaditya dalam briefing virtual Pemulihan yang Tidak Merata - Laporan Ekonomi Terkini untuk Asia dan Pasifik.

Malaysia kembali mengalami lonjakan kasus yang signifikan. Sedangkan kamboja, Myanmar, Mongolia dan Thailand mengalami lonjakan infeksi yang lebih sedikit. Dari negara-negara di mana virus Corona merajalela beberapa bulan lalu, situasi sudah mulai membaik di Indonesia, Malaysia dan Filipina tetapi jumlah kasusnya masih tinggi.

"Akan tetapi, munculnya varian-varian virus yang lebih menular menjadi tantangan baru dalam mengendalikan penyakit ini secara global," ujar Aaditya.

3 Faktor Kunci

Bank Dunia juga menyoroti tiga faktor utama penentu kinerja pertumbuhan ekonomi di berbagai negara. Ketiga faktor kunci itu adalah (i) efisiensi yang dicapai dalam pengendalian virus; (ii) kemampuan untuk memanfaatkan bangkitnya perekonomian dalam perdagangan barang internasional; dan (iii) kapasitas pemerintah untuk memberikan dukungan fiskal dan moneter.

Negara-negara yang mempunyai kinerja paling lemah adalah negara-negara yang mengalami angka infeksi COVID-19 dan mortalitas yang tinggi, lebih mengandalkan pembatasan-pembatasan yang berkepanjangan ketimbang strategi berbasis pengujian. Selain itu, negara-negara yang bergantung pada pendapatan dari pariwisata ketimbang ekspor barang-barang manufaktur, khususnya elektronik, dan yang pemerintahnya mempunyai ruang fiskal terbatas. Peluncuran vaksin sejauh ini masih belum mempunyai dampak yang besar terhadap pertumbuhan di kawasan EAP.

"Kinerja ekonomi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor spesifik di setiap negara, seperti bencana alam (Fiji, tonga, Vanuatu, Thailand, Filipina), wabah penyakit lain (samoa), dan ketidakpastian politik (Malaysia, Myanmar, Papua Nugini, Thailand, Timor-Leste)," tutur Aaditya.

Dampak buruk dari guncangan COVID-19 yang berkepanjangan akan mempengaruhi kinerja di masa mendatang. Keberhasilan pengendalian penyakit ini di beberapa negara akan mendukung pemulihan ekonomi domestik. Tetapi infeksi yang berlangsung lama di negara-negara lain akan mengganggu pertumbuhan sampai pelaksanaan vaksinasi dapat diperluas.

Pemulihan ekonomi global, yang didukung sebagian oleh stimulus AS yang signifikan, akan menggairahkan kembali perdagangan barang dan menjadi pendorong eksternal bagi pertumbuhan sebesar 1% secara rata-rata. Tetapi sektor pariwisata global diperkirakan akan tetap berada di bawah level pra-pandemi sampai tahun 2023 dan memperlambat pemulihan ekonomi bagi negara-negara yang bergantung pada pariwisata.

Meskipun iklim keuangan global masih cukup aman, neraca perusahaan dan bank yang semakin lemah dan ketidakpastian global yang terus terjadi akan menghambat investasi. Utang publik yang kian bertambah dan defisit fiskal yang kian melebar akan semakin membatasi belanja pemerintah dalam jangka pendek.

Dalam situasi seperti ini, hanya Tiongkok dan Vietnam yang diperkirakan akan bertumbuh dengan kuat pada tahun 2021, masing-masing sebesar 8,1% dan 6,6%, sedangkan negara-negara lain di kawasan EAP diperkirakan akan mengalami pertumbuhan hanya sebesar 4,4%.

Di Indonesia dan Malaysia, output diperkirakan akan pulih ke level pra-pandemi selama tahun 2021. Di Thailand dan Filipina, output diproyeksi akan tetap berada di bawah level pra-pandemi selama sebagian besar tahun 2022. Namun, di antara negara-negara yang lebih kecil, pemulihan ekonomi diperkirakan akan berlangsung lama khususnya di negara-negara kepulauan yang mengandalkan sektor pariwisata, dengan pertumbuhan yang diperkirakan akan negatif di sekitar separuh dari negara-negara itu, sekalipun sebagian besar dari mereka telah terhindar dari pandemi.

"Berkat pertumbuhan yang cepat di Tiongkok, pertumbuhan kawasan EAP diperkirakan lebih cepat dari sekitar 1,3% pada tahun 2020 menjadi 7,6% pada tahun 2021," tutup Aaditya.(*/berbagai sumber/tim redaksi 08 & 10/Safarudin/Indra)

 

Mari Simak Coverage Riset Data Spesifik Duniaindustri.com:

Market database
Manufacturing data
Market research data
Market leader data
Market investigation
Market observation
Market intelligence
Monitoring data
Market Survey/Company Survey
Multisource compilation data
Market domestic data
Market export data
Market impor data
Market directory database
Competitor profilling
Market distribution data
Company database/directory
Mapping competition trend
Profiling competitor strategy
Market data analysist
Historical data
Time series data
Tabulation data
Factory directory database
Market segmentation data
Market entry strategy analysist
Big data processor
Financial Modeling/Feasibility Study
Price trend analysist
Data business intelligence
Customized Direktori Database

* Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 223 database, klik di sini
** Butuh competitor intelligence, klik di sini
*** Butuh copywriter specialist, klik di sini
**** Butuh content provider (branding online), klik di sini
***** Butuh jasa medsos campaign, klik di sini

Database Riset Data Spesifik Lainnya:

  • Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 223 database, klik di sini
  • Butuh 25 Kumpulan Database Otomotif, klik di sini
  • Butuh 18 Kumpulan Riset Data Kelapa Sawit, klik di sini
  • Butuh 15 Kumpulan Data Semen dan Beton, klik di sini
  • Butuh 11 Kumpulan Riset Data Baja, klik di sini
  • Butuh 15 Kumpulan Data Transportasi dan Infrastruktur, klik di sini
  • Butuh 17 Kumpulan Data Makanan dan Minuman, klik di sini
  • Butuh 6 Kumpulan Market Analysis Industri Kimia, klik di sini
  • Butuh 3 Kumpulan Data Persaingan Pasar Kosmetik, klik di sini
  • Butuh competitor intelligence ataupun riset khusus (survei & observasi), klik di sini
  • Butuh copywriter specialist, klik di sini
  • Butuh content provider (online branding), klik di sini
  • Butuh market report dan market research, klik di sini
  • Butuh perusahaan konsultan marketing dan penjualan, klik di sini
  • Butuh menjaring konsumen korporasi dengan fitur customized direktori database perusahaan, klik di sini

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Efisiensi Operasional, KIA Ceramics Tutup Satu Pabrik di Cileungsi

Dominasi Wings, Unilever, Kao di Industri Deterjen

Database 15.000 Perusahaan Industri di Indonesia, Hasil Big Data