Data 5 Perusahaan Tekstil Terbesar di Indonesia
Industri tekstil Indonesia menempati urutan kesembilan dunia untuk garmen dan posisi 11 dunia untuk tekstil. Dengan posisi yang strategis tersebut, inilah lima perusahaan tekstil terbesar di Indonesia, berdasarkan riset duniaindustri.com dari laporan keuangan masing-masing perusahaan.
Di urutan pertama, terdapat PT Indorama Synthetics Tbk (INDR) yang memcatatkan penjualan sebesar US$ 682 juta pada 2015 atau sekitar Rp 8,98 triliun (kurs Rp 13.170/US$). Penjualan emiten produsen tekstil hulu ini pada 2015 turun 11,4% dibanding 2014 sebesar US$ 769,9 juta. Penurunan penjualan juga mempengaruhi laba kotor perusahaan yang melemah, menjadi US$ 62 juta pada 2015 dibanding US$ 73,9 juta pada 2014.
Meski demikian, Indorama mampu mengefisienkan beban sehingga mampu membukukan laba bersih sebesar US$ 9,8 juta pada 2015 dibanding rugi bersih sebesar US$ 936 ribu pada 2014.
PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau lebih dikenal sebagai Sritex menempati urutan kedua, dengan raihan penjualan US$ 631,3 juta pada 2015 atau sekitar Rp 8,3 triliun (kurs Rp 13.170/US$) atau meningkat 7,2% dari 2014 sebesar US$ 589 juta. Laba kotor perusahaan pada 2015 mencapai US$ 133,4 juta, naik 8,9% dari 2014 sebesar US$ 122,4 juta. Laba bersih Sritex pada 2015 tercatat US$ 55,6 juta, naik 10,3% dibanding 2014 sebesar US$ 50,4 juta.
PT Pan Brothers Tbk (PBRX) menduduki urutan ketiga, dengan raihan penjualan 2015 sebesar US$ 418,6 juta atau sekitar Rp 5,5 triliun, naik 23,6% dibanding 2014 sebesar US$ 338,5 juta. Laba kotor emiten produsen garmen ini tumbuh signifikan menjadi US$ 53,6 juta pada 2015 dibanding 2014 sebesar US$ 39,6 juta. Namun, laba bersih perusahaan melemah menjadi US$ 8,6 juta pada 2015 dibanding tahun sebelumnya US$ 9,3 juta.
Pada peringkat keempat, PT Asia Pacific Fibers Tbk (POLY) yang mencetak penjualan US$ 390 juta pada 2015 atau sekitar Rp 5,13 triliun, turun 21,5% dibanding 2014 sebesar US$ 493,5 juta. Meski penjualan turun, emiten produsen tekstil hulu ini mampu menghasilkan laba kotor US$ 8,15 juta pada 2015 dibanding rugi kotor pada 2014 sebesar US$ 13,8 juta. Asia Fibers masih membukukan rugi bersih US$ 17,78 juta pada 2015, lebih rendah dibanding rugi bersih pada 2014 sebesar US$ 79,8 juta.
Di urutan kelima, terdapat PT Polychem Indonesia Tbk (ADMG) dengan penjualan sebesar US$ 310,8 juta pada 2015, anjlok 30,7% dibanding 2014 sebesar US$ 449 juta. Emiten produsen tekstil hulu ini mencatatkan rugi kotor pada 2015 sebesar US$ 14,9 juta, lebih rendah dibanding rugi kotor pada 2014 sebesar US$ 15,6 juta. Perseroan membukukan rugi bersih pada 2015 sebesar US$ 24 juta, relatif stagnan dibanding rugi bersih pada 2014 sebesar US$ 24,2 juta.
Market Size
Nilai pasar industri tekstil dan produk fashion di Indonesia pada 2015 diestimasi mencapai US$ 15,19 miliar atau setara Rp 208 triliun (kurs Rp 13.700/US$), menurut perhitungan tim riset duniaindustri.com. Nilai pasar tersebut tumbuh 4,7% dibanding 2014 sebesar US$ 14,51 miliar, meski dengan pertumbuhan yang jauh lebih rendah dibanding tahun lalu sebesar 7,2% dibanding 2013.
Perlambatan pertumbuhan pada 2015 antara lain disebabkan pelemahan daya beli konsumen lokal menyusul depresiasi kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, perlambatan perekonomian Indonesia, serta anjloknya harga komoditas dunia.
Dari nilai pasar tersebut, sekitar 20% dipasok produk impor dan 80% masih dikuasai produsen lokal, menurut data Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API). Produk impor sebagian besar didominasi produk ilegal yang masuk secara selundupan untuk menghindari bea masuk, sehingga harganya 40% lebih murah dibanding produk lokal.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dalam 5 tahun terakhir, rata-rata impor TPT naik 19,9%, ekspor naik 6,8%, sedangkan konsumsi masyarakat naik 18,3%. Kondisi ini dapat bahwa pasar pertumbuhan dipasar domestik digerogoti barang impor, sedangkan ekspor tidak tumbuh signifikan.
Sementara menurut data kalkulasi Asosiasi Produsen Synthetic Fiber Indonesia (APSyFI) yang bersumber dari Bank Indonesia, daya beli masyarakat dalam 5 tahun terakhir terus meningkat dimana konsumsi tekstil naik dari 1,21 juta ton ditahun 2009 menjadi 1,75 juta ton ditahun 2014. Selain didorong oleh peningkatan jumlah penduduk, konsumsi masyarakat juga disebabkan oleh peningkatan konsumsi perkapita yang naik dari 5,03 kg ditahun 2009 menjadi 6,82 kg ditahun 2014.(*)
Baca selengkapnya di sini
Di urutan pertama, terdapat PT Indorama Synthetics Tbk (INDR) yang memcatatkan penjualan sebesar US$ 682 juta pada 2015 atau sekitar Rp 8,98 triliun (kurs Rp 13.170/US$). Penjualan emiten produsen tekstil hulu ini pada 2015 turun 11,4% dibanding 2014 sebesar US$ 769,9 juta. Penurunan penjualan juga mempengaruhi laba kotor perusahaan yang melemah, menjadi US$ 62 juta pada 2015 dibanding US$ 73,9 juta pada 2014.
Meski demikian, Indorama mampu mengefisienkan beban sehingga mampu membukukan laba bersih sebesar US$ 9,8 juta pada 2015 dibanding rugi bersih sebesar US$ 936 ribu pada 2014.
PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau lebih dikenal sebagai Sritex menempati urutan kedua, dengan raihan penjualan US$ 631,3 juta pada 2015 atau sekitar Rp 8,3 triliun (kurs Rp 13.170/US$) atau meningkat 7,2% dari 2014 sebesar US$ 589 juta. Laba kotor perusahaan pada 2015 mencapai US$ 133,4 juta, naik 8,9% dari 2014 sebesar US$ 122,4 juta. Laba bersih Sritex pada 2015 tercatat US$ 55,6 juta, naik 10,3% dibanding 2014 sebesar US$ 50,4 juta.
PT Pan Brothers Tbk (PBRX) menduduki urutan ketiga, dengan raihan penjualan 2015 sebesar US$ 418,6 juta atau sekitar Rp 5,5 triliun, naik 23,6% dibanding 2014 sebesar US$ 338,5 juta. Laba kotor emiten produsen garmen ini tumbuh signifikan menjadi US$ 53,6 juta pada 2015 dibanding 2014 sebesar US$ 39,6 juta. Namun, laba bersih perusahaan melemah menjadi US$ 8,6 juta pada 2015 dibanding tahun sebelumnya US$ 9,3 juta.
Pada peringkat keempat, PT Asia Pacific Fibers Tbk (POLY) yang mencetak penjualan US$ 390 juta pada 2015 atau sekitar Rp 5,13 triliun, turun 21,5% dibanding 2014 sebesar US$ 493,5 juta. Meski penjualan turun, emiten produsen tekstil hulu ini mampu menghasilkan laba kotor US$ 8,15 juta pada 2015 dibanding rugi kotor pada 2014 sebesar US$ 13,8 juta. Asia Fibers masih membukukan rugi bersih US$ 17,78 juta pada 2015, lebih rendah dibanding rugi bersih pada 2014 sebesar US$ 79,8 juta.
Di urutan kelima, terdapat PT Polychem Indonesia Tbk (ADMG) dengan penjualan sebesar US$ 310,8 juta pada 2015, anjlok 30,7% dibanding 2014 sebesar US$ 449 juta. Emiten produsen tekstil hulu ini mencatatkan rugi kotor pada 2015 sebesar US$ 14,9 juta, lebih rendah dibanding rugi kotor pada 2014 sebesar US$ 15,6 juta. Perseroan membukukan rugi bersih pada 2015 sebesar US$ 24 juta, relatif stagnan dibanding rugi bersih pada 2014 sebesar US$ 24,2 juta.
Market Size
Nilai pasar industri tekstil dan produk fashion di Indonesia pada 2015 diestimasi mencapai US$ 15,19 miliar atau setara Rp 208 triliun (kurs Rp 13.700/US$), menurut perhitungan tim riset duniaindustri.com. Nilai pasar tersebut tumbuh 4,7% dibanding 2014 sebesar US$ 14,51 miliar, meski dengan pertumbuhan yang jauh lebih rendah dibanding tahun lalu sebesar 7,2% dibanding 2013.
Perlambatan pertumbuhan pada 2015 antara lain disebabkan pelemahan daya beli konsumen lokal menyusul depresiasi kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, perlambatan perekonomian Indonesia, serta anjloknya harga komoditas dunia.
Dari nilai pasar tersebut, sekitar 20% dipasok produk impor dan 80% masih dikuasai produsen lokal, menurut data Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API). Produk impor sebagian besar didominasi produk ilegal yang masuk secara selundupan untuk menghindari bea masuk, sehingga harganya 40% lebih murah dibanding produk lokal.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dalam 5 tahun terakhir, rata-rata impor TPT naik 19,9%, ekspor naik 6,8%, sedangkan konsumsi masyarakat naik 18,3%. Kondisi ini dapat bahwa pasar pertumbuhan dipasar domestik digerogoti barang impor, sedangkan ekspor tidak tumbuh signifikan.
Sementara menurut data kalkulasi Asosiasi Produsen Synthetic Fiber Indonesia (APSyFI) yang bersumber dari Bank Indonesia, daya beli masyarakat dalam 5 tahun terakhir terus meningkat dimana konsumsi tekstil naik dari 1,21 juta ton ditahun 2009 menjadi 1,75 juta ton ditahun 2014. Selain didorong oleh peningkatan jumlah penduduk, konsumsi masyarakat juga disebabkan oleh peningkatan konsumsi perkapita yang naik dari 5,03 kg ditahun 2009 menjadi 6,82 kg ditahun 2014.(*)
Baca selengkapnya di sini
Komentar
Posting Komentar