Baja, Aspal, dan Alat Berat Kurang Suplai di Pasar Lokal

Tiga produk yakni baja, aspal, dan alat berat yang selama ini digunakan proyek-proyek infrastruktur pemerintah diketahui mengalami defisit pasokan yang signifikan di pasar lokal. Hal itu diungkapkan oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono setelah mengevaluasi tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) untuk proyek-proyek infrastruktur nasional.

Basuki Hadimuljono menjelaskan untuk produk baja tahun ini suplai (pasokan) nasional hanya sekitar 7 juta ton. Padahal, permintaan baja nasional sudah mencapai 14,41 juta ton. Selain baja, alat berat juga mengalami hal serupa, ketika pasokan dalam negeri hanya 4,48 juta unit, padahal permintaan nasional sudah mencapai 8,26 juta unit.

“Dan yang paling besar adalah aspal. Permintaan aspal nasional mencapai 1.872 ribu ton, tapi suplai nasional hanya 344,15 juta ton. Pernah dari pengalaman, kami butuh 80.000 ton, tapi (produsen) tidak sanggup,” kata Basuki di Jakarta, (4/9).

Dengan demikian, kondisi defisit pasokan tiga produk tersebut cukup signifikan. Baja defisit 7,41 juta ton atau 51,4% dari permintaan nasional. Sementara alat berat defisit 3,78 juta unit atau 45,7% dari permintaan nasional, dan aspal defisit 1.527 ribu ton atau 81,6% dari permintaan nasional.

Basuki Hadimuljono mengatakan, porsi bahan lokal untuk proyek Kementerian PUPR sudah mencapai 86,6%, sedangkan persentase impornya hanya 13,5%. Jika diperinci lagi proyek sumber daya air TKDN-nya mencapai 96,6%, proyek cipta karya 94,3%, bina marga 78,4% dan perumahan 76,6%. “Hanya tiga bahan baku yang produksi dalam negerinya lebih sedikit dari permintaan, yakni baja, aspal, dan alat berat,” ucapnya.

Dengan kata lain, ujarnya, jumlah komponen yang diimpor untuk proyek infrastruktur relatif kecil. Seperti diketahui, pemerintah sedang mengevaluasi proyek-proyek infrastruktur nasional untuk mengurangi produk impor demi menyelamatkan kurs rupiah yang sempat mendekati level terendah Rp 15.000/US$.

Bahkan pemerintah berencana menunda sejumlah proyek yang memiliki komponen impor besar atau TKDN kecil. Besarnya impor itu menyebabkan defisit transaksi berjalan yang pada akhirnya mempengaruhi pelemahan nilai tukar rupiah.

Wakil Presiden Jusuf Kalla menerangkan peningkatan TKDN bisa mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap dolar AS. Dia telah menginstruksikan menteri-menteri terkait menyisir proyek apa saja yang perlu ditingkatkan komponen lokalnya (TKDN).

“Daftar proyek itu sedang disusun,” ungkap Wapres di kantornya. Adapun proyek-proyek itu terdapat di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Perhubungan, PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan PT Pertamina.

Sementara itu, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan pihaknya akan berupaya untuk mendirikan pabrik rel. Pasalnya, porsi impor yang masih banyak di proyek perhubungan itu ada di baja karena untuk rel. “Karena sekarang ini baja-bajanya masih impor semua,” tutur Budi. Apalagi proyek yang saat ini sedang dikerjakan Kemenhub adalah mass rapit transit (MRT) dan light rail transit (LRT).

“Bahan dari luar di bawah 40%, tapi ini yang akan saya manage nanti. Tapi butuh waktu 12 bulan atau 24 bulan yang akan datang, jadi kita kami me-manage itu dengan mendirikan pabrik rel,” ujar dia.(*)

Sumber: klik di sini

* Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 159 database, klik di sini
** Butuh competitor intelligence, klik di sini
*** Butuh copywriter specialist, klik di sini
**** Butuh content provider, klik di sini
***** Butuh jasa medsos campaign, klik di sini

Database Riset Data Spesifik Lainnya:

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Efisiensi Operasional, KIA Ceramics Tutup Satu Pabrik di Cileungsi

Dominasi Wings, Unilever, Kao di Industri Deterjen

Database 15.000 Perusahaan Industri di Indonesia, Hasil Big Data