Efek Tsunami dari Virus Corona Menjangkiti Ekonomi
Ternyata bukan perang dagang yang mampu menggetarkan perekonomian global, tapi justru efek domino virus corona yang bermula di Wuhan, China. Efek domino virus itu mampu merontokkan satu demi satu indikator ekonomi China, dan memberikan dampak berantai yang tidak kalah mengejutkan bagi negara-negara mitra dagang negeri Panda itu, sampai ke Indonesia.
Dimulai dari keruntuhan sektor transportasi dan pariwisata China yang mengirimkan sinyal ‘bahaya’ ke seluruh dunia, menjalar ke sektor industri yang mengguncang rantai pasok dunia. Tiga indikator tersebut, yakni lumpuhnya sektor transportasi, pariwisata, dan terganggunya rantai pasok (supply chain), mampu mengantarkan ‘efek tsunami’ yang terus menggulung Negara mitra terkait yang selama ini bergantung pada China.
Secara kasat mata, kontribusi ekonomi China menguasai 18,72% terhadap total ekonomi global, menjadi yang terbesar pada 2019, mengutip data Dana Moneter Internasional (IMF) berdasarkan nilai PDB paritas daya beli. Dengan kontribusi seperti itu, sudah terlihat efek kejut yang ditimbulkan jika China ‘batuk-batuk’ terjangkiti ketakutan efek virus Corona. Belum lagi dampak berantai ketakutan virus corona yang sekarang sudah menjalar dengan cepat ke Korea Selatan, Jepang, Italia, setelah sebelumnya menghantam Singapura.
Efek kejut dari ketakutan terhadap virus itu juga sudah sampai ke Indonesia. Bank Indonesia (BI) diketahui telah melakukan penilaian dan kajian terhadap dampak virus corona bagi perekonomian Indonesia. Dalam hasil penilaian dan perhitungan BI disebutkan, dampak virus corona akan mengurangi perputaran (sirkulasi) dana sebesar USD2,7 miliar atau Rp37,5 triliun (kurs Rp 13.900/US$). Penilaian dan perhitungan itu berdasarkan dari sejumlah sektor yang mengalami gangguan akibat wabah virus corona sehingga melumpuhkan sebagian daerah di China. Sektor yang terdampak di Indonesia antara lain pariwisata, ekspor, impor, dan investasi.
Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan dampak paling jelas terjadi di sektor pariwisata yang telah terganggu dengan penutupan penerbangan dari dan menuju China selama dua bulan. Akibatnya, diproyeksikan terjadi penurunan kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) selama enam bulan. “Penurunan wisman terutama dari China akan berpengaruh pada penurunan penerimaan devisa dari pariwisata kurang lebih US$ 1,3 miliar,” kata Perry di Jakarta, akhir pekan lalu.
Selain itu, Perry mengatakan penyebaran virus korona ini juga berpengaruh pada gangguan logistik untuk ekspor dengan dampak penurunan sebesar US$ 0,3 miliar. Sementara gangguan terhadap distribusi impor sebesar US$ 0,7 miliar.
Perry juga mengatakan kondisi ini berpengaruh pula terhadap investasi asal China karena ada penundaan realisasi investasi sehingga berdampak pada perekonomian sebesar US$ 0,4 miliar. “Ini faktor-faktor yang menyebabkan kami merevisi ke bawah proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari semula 5,1-5,5 persen, menjadi 5-5,4 persen,” kata Perry.
Satu hal dari efek kejut yang ditimbulkan dari ketakutan akan virus corona adalah kekeringan likuiditas. Wisawatan mancanegara asal China yang biasanya menebar dana ke luar, termasuk Indonesia, sekarang hilang. Bali, destinasi pariwisata favorit di Indonesia, yang biasanya dikunjungi satu juga wisman China dalam setahun, kini gigit jari. Kondisi ini yang mendasari perubahan prospek ke depan dan mengirimkan sinyal ‘hati-hati’ ke pasar finansial.
Meski tidak berkorelasi secara lansung, efek kejut dari ketakutan akan virus corona mulai menjangkiti pasar finansial. Terbukti, kurs rupiah terus melemah dan mendekati level psikologis Rp 14.000/US$. Beruntung BI cukup responsif dengan perkembangan dan memangkas suku bunga acuan menjadi 4,75%. Namun masalah belum selesai sampai di sana.
Indikator mikro ekonomi Indonesia juga mulai bergetar, ditandai dengan kemerosotan penjualan mobil dan semen. Berdasarkan data Asosiasi Semen Indonesia (ASI) yang diperoleh tim duniaindustri.com, volume penjualan industri semen turun 8% secara year on year (yoy) menjadi 5.199 ribu ton (hampir 5,2 juta ton) pada Januari 2020, dari 5.641 ribu ton (5,64 juta ton) pada Januari 2019. Pun demikian dengan penjualan mobil. Data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) juga menunjukkan penjualan mobil yang anjlok 15,36% pada Januari 2020, terburuk dalam satu dekade terakhir.
Efek kejut ketakutan terhadap virus corona ini juga membuat Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bekerja ekstra untuk meredam dampak berantai yang lebih parah. Sebagai bocoran awal, Kemenkeu menilai pertumbuhan ekonomi domestik berpotensi melambat hingga level 4,7 persen pada tahun ini. Menteri Keuangan Sri Mulyani menilai perlambatan tersebut terjadi karena penyebaran wabah virus corona beberapa waktu terakhir.
Sri Mulyani menjelaskan apabila pertumbuhan ekonomi China turun 1 persen maka dampaknya ke dalam perekonomian Indonesia sekitar 0,3 persen. Kemenkeu sedang berusahan mengurangi dampaknya yang bisa menurunkan pertumbuhan ekonomi hingga ke 4,7 persen. Untuk meminimalisir dampak virus corona terhadap ekonomi domestik, Sri Mulyani menyatakan pemerintah mengalokasikan insentif fiskal sebesar Rp10 triliun. Insentif itu diberikan untuk sektor pariwisata, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan pemerintah daerah (pemda).
Sebuah tekanan berat memang bagi Indonesia di awal 2020. Ketangguhan ekonomi domestik pun sekali lagi diuji. Meski demikian, di tengah ujian, pasti masih ada peluang yang dapat dioptimalkan. Angin segar justru berembus bagi pelaku industri lokal. Apakah mampu menggantikan peran China dan produknya di pasar domestik? Ini sebuah peluang sekaligus tantangan bagi pelaku industri lokal. Mampukah?(*/)
Dimulai dari keruntuhan sektor transportasi dan pariwisata China yang mengirimkan sinyal ‘bahaya’ ke seluruh dunia, menjalar ke sektor industri yang mengguncang rantai pasok dunia. Tiga indikator tersebut, yakni lumpuhnya sektor transportasi, pariwisata, dan terganggunya rantai pasok (supply chain), mampu mengantarkan ‘efek tsunami’ yang terus menggulung Negara mitra terkait yang selama ini bergantung pada China.
Secara kasat mata, kontribusi ekonomi China menguasai 18,72% terhadap total ekonomi global, menjadi yang terbesar pada 2019, mengutip data Dana Moneter Internasional (IMF) berdasarkan nilai PDB paritas daya beli. Dengan kontribusi seperti itu, sudah terlihat efek kejut yang ditimbulkan jika China ‘batuk-batuk’ terjangkiti ketakutan efek virus Corona. Belum lagi dampak berantai ketakutan virus corona yang sekarang sudah menjalar dengan cepat ke Korea Selatan, Jepang, Italia, setelah sebelumnya menghantam Singapura.
Efek kejut dari ketakutan terhadap virus itu juga sudah sampai ke Indonesia. Bank Indonesia (BI) diketahui telah melakukan penilaian dan kajian terhadap dampak virus corona bagi perekonomian Indonesia. Dalam hasil penilaian dan perhitungan BI disebutkan, dampak virus corona akan mengurangi perputaran (sirkulasi) dana sebesar USD2,7 miliar atau Rp37,5 triliun (kurs Rp 13.900/US$). Penilaian dan perhitungan itu berdasarkan dari sejumlah sektor yang mengalami gangguan akibat wabah virus corona sehingga melumpuhkan sebagian daerah di China. Sektor yang terdampak di Indonesia antara lain pariwisata, ekspor, impor, dan investasi.
Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan dampak paling jelas terjadi di sektor pariwisata yang telah terganggu dengan penutupan penerbangan dari dan menuju China selama dua bulan. Akibatnya, diproyeksikan terjadi penurunan kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) selama enam bulan. “Penurunan wisman terutama dari China akan berpengaruh pada penurunan penerimaan devisa dari pariwisata kurang lebih US$ 1,3 miliar,” kata Perry di Jakarta, akhir pekan lalu.
Selain itu, Perry mengatakan penyebaran virus korona ini juga berpengaruh pada gangguan logistik untuk ekspor dengan dampak penurunan sebesar US$ 0,3 miliar. Sementara gangguan terhadap distribusi impor sebesar US$ 0,7 miliar.
Perry juga mengatakan kondisi ini berpengaruh pula terhadap investasi asal China karena ada penundaan realisasi investasi sehingga berdampak pada perekonomian sebesar US$ 0,4 miliar. “Ini faktor-faktor yang menyebabkan kami merevisi ke bawah proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari semula 5,1-5,5 persen, menjadi 5-5,4 persen,” kata Perry.
Satu hal dari efek kejut yang ditimbulkan dari ketakutan akan virus corona adalah kekeringan likuiditas. Wisawatan mancanegara asal China yang biasanya menebar dana ke luar, termasuk Indonesia, sekarang hilang. Bali, destinasi pariwisata favorit di Indonesia, yang biasanya dikunjungi satu juga wisman China dalam setahun, kini gigit jari. Kondisi ini yang mendasari perubahan prospek ke depan dan mengirimkan sinyal ‘hati-hati’ ke pasar finansial.
Meski tidak berkorelasi secara lansung, efek kejut dari ketakutan akan virus corona mulai menjangkiti pasar finansial. Terbukti, kurs rupiah terus melemah dan mendekati level psikologis Rp 14.000/US$. Beruntung BI cukup responsif dengan perkembangan dan memangkas suku bunga acuan menjadi 4,75%. Namun masalah belum selesai sampai di sana.
Indikator mikro ekonomi Indonesia juga mulai bergetar, ditandai dengan kemerosotan penjualan mobil dan semen. Berdasarkan data Asosiasi Semen Indonesia (ASI) yang diperoleh tim duniaindustri.com, volume penjualan industri semen turun 8% secara year on year (yoy) menjadi 5.199 ribu ton (hampir 5,2 juta ton) pada Januari 2020, dari 5.641 ribu ton (5,64 juta ton) pada Januari 2019. Pun demikian dengan penjualan mobil. Data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) juga menunjukkan penjualan mobil yang anjlok 15,36% pada Januari 2020, terburuk dalam satu dekade terakhir.
Efek kejut ketakutan terhadap virus corona ini juga membuat Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bekerja ekstra untuk meredam dampak berantai yang lebih parah. Sebagai bocoran awal, Kemenkeu menilai pertumbuhan ekonomi domestik berpotensi melambat hingga level 4,7 persen pada tahun ini. Menteri Keuangan Sri Mulyani menilai perlambatan tersebut terjadi karena penyebaran wabah virus corona beberapa waktu terakhir.
Sri Mulyani menjelaskan apabila pertumbuhan ekonomi China turun 1 persen maka dampaknya ke dalam perekonomian Indonesia sekitar 0,3 persen. Kemenkeu sedang berusahan mengurangi dampaknya yang bisa menurunkan pertumbuhan ekonomi hingga ke 4,7 persen. Untuk meminimalisir dampak virus corona terhadap ekonomi domestik, Sri Mulyani menyatakan pemerintah mengalokasikan insentif fiskal sebesar Rp10 triliun. Insentif itu diberikan untuk sektor pariwisata, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan pemerintah daerah (pemda).
Sebuah tekanan berat memang bagi Indonesia di awal 2020. Ketangguhan ekonomi domestik pun sekali lagi diuji. Meski demikian, di tengah ujian, pasti masih ada peluang yang dapat dioptimalkan. Angin segar justru berembus bagi pelaku industri lokal. Apakah mampu menggantikan peran China dan produknya di pasar domestik? Ini sebuah peluang sekaligus tantangan bagi pelaku industri lokal. Mampukah?(*/)
Sumber: klik di sini
Mari Simak Coverage Riset Data Spesifik Duniaindustri.com:
Market database
* Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 180 database, klik di sini
Manufacturing data
Market research data
Market leader data
Market investigation
Market observation
Market intelligence
Monitoring data
Market Survey/Company Survey
Multisource compilation data
Market domestic data
Market export data
Market impor data
Market directory database
Competitor profilling
Market distribution data
Company database/directory
Mapping competition trend
Profiling competitor strategy
Market data analysist
Historical data
Time series data
Tabulation data
Factory directory database
Market segmentation data
Market entry strategy analysist
Big data processor
Financial Modeling/Feasibility Study
Price trend analysist
Data business intelligence
Customized Direktori Database
** Butuh competitor intelligence, klik di sini
*** Butuh copywriter specialist, klik di sini
**** Butuh content provider (branding online), klik di sini
***** Butuh jasa medsos campaign, klik di sini
Database Riset Data Spesifik Lainnya:
- Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 180 database, klik di sini
- Butuh 23 Kumpulan Database Otomotif, klik di sini
- Butuh 18 Kumpulan Riset Data Kelapa Sawit, klik di sini
- Butuh 15 Kumpulan Data Semen dan Beton, klik di sini
- Butuh 8 Kumpulan Riset Data Baja, klik di sini
- Butuh 15 Kumpulan Data Transportasi dan Infrastruktur, klik di sini
- Butuh 9 Kumpulan Data Makanan dan Minuman, klik di sini
- Butuh 6 Kumpulan Market Analysis Industri Kimia, klik di sini
- Butuh 3 Kumpulan Data Persaingan Pasar Kosmetik, klik di sini
- Butuh competitor intelligence ataupun riset khusus (survei & observasi), klik di sini
- Butuh copywriter specialist, klik di sini
- Butuh content provider (online branding), klik di sini
- Butuh market report dan market research, klik di sini
- Butuh perusahaan konsultan marketing dan penjualan, klik di sini
- Butuh menjaring konsumen korporasi dengan fitur customized direktori database perusahaan, klik di sini
Komentar
Posting Komentar