Inilah Trend Pertumbuhan Deterjen di Indonesia
Nilai pasar (market size) industri deterjen di Indonesia diestimasi tumbuh 3,5% menjadi Rp 10,11 triliun pada 2016 dibanding tahun sebelumnya sebesar Rp 9,77 triliun, menurut riset duniaindustri.com.
Momentum perbaikan perekonomian Indonesia dan daya beli konsumen akan
menopang pertumbuhan market size industri deterjen tahun ini.
Dalam empat tahun terakhir, pertumbuhan market size industri deterjen cukup fluktuatif. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada 2014 sebesar 6% menjadi Rp 9,54 triliun.
Namun, perlambatan perekonomian nasional, depresiasi kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, serta kejatuhan harga komoditas dunia ikut berpengaruh terhadap pertumbuhan industri deterjen pada 2015. Tahun lalu, market size industri deterjen diperkirakan tumbuh melambat menjadi 2,5%.
Tiga raksasa consumer goods di Indonesia, yakni Wings Group, PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR), dan PT Kao Indonesia, makin ketat bersaing di pasar deterjen di indonesia.
Berdasarkan penelusuran Duniaindustri.com, Wings Group masih menguasai pasar deterjen nasional (mencakup deterjen bubuk dan krim) dengan pangsa 52,6%. Wings Group mengandalkan produk utama seperti Wings, Ekonomi, Daia, dan So Klin untuk bersaing dengan PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) yang menguasai 33% pasar deterjen nasional. Unilever mengandalkan produk deterjen seperti Rinso, Surf, dan Omo.
Sedangkan produsen lainnya, seperti PT Kao Indonesia dengan merek Attack dan Dino, menguasai 10%-11% pasar deterjen nasional. Sisanya dikuasai sejumlah produsen seperti PT Sinar Antjol dengan merek B-29, dan PT Jayabaya Raya dengan merek Suroboyo, yang menguasai 4,4% pasar deterjen di Indonesia.
Persaingan di industri deterjen sangat tinggi. Penguasaan pasar suatu produk dapat berubah dengan cepat. Perpaduan pemasaran, mulai dari produk, promosi, harga, hingga akses jangkauan oleh konsumen menjadi strategi penting bagi perusahaan-perusahaan produsen deterjen untuk mempertahankan volume penjualan serta posisi pangsa pasar.
Salah satu faktor yang akan dihadapi oleh industri deterjen saat ini adalah kenaikan bahan baku dan kemasan. Perusahaan harus mampu menyeimbangkan kenaikan harga dengan daya beli konsumen serta strategi pesaing. Industri deterjen juga menghadapi peralihan pilihan merek oleh konsumen yang cepat.
Unilever dan Wings Group memiliki strategi yang berbeda untuk mempertahankan dominasi di pasar deterjen nasional. Jika Unilever menggandeng produsen elektronik terutama mesin cuci untuk memasarkan produk barunya, Wings Group justru memperkuat ekspansi ke sektor hulu, yakni bahan baku deterjen.
Lewat anak usahanya yakni PT Unggul Indah Cahaya, Wings Group memiliki pabrik bahan baku deterjen berupa alkylbenzene terbesar di Asia Pasifik, dengan kapasitas terpasang lebih dari 200 ribu metrik ton per tahun. Selain itu, Wings Group menjalin kerja sama dengan Djarum Group dan Lautan Luas Group untuk membeli Ecogreen Oleochemicals dari Salim Group, yang merupakan produsen bahan baku deterjen, sabun, dan body care dengan kapasitas 100 ribu ton per tahun.(*/)
Sumber: di sini
* Cari data industri dan riset persaingan pasar, klik di sini
** Butuh copywriter andal, klik di sini
*** Butuh content provider profesional, klik di sini
Dalam empat tahun terakhir, pertumbuhan market size industri deterjen cukup fluktuatif. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada 2014 sebesar 6% menjadi Rp 9,54 triliun.
Namun, perlambatan perekonomian nasional, depresiasi kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, serta kejatuhan harga komoditas dunia ikut berpengaruh terhadap pertumbuhan industri deterjen pada 2015. Tahun lalu, market size industri deterjen diperkirakan tumbuh melambat menjadi 2,5%.
Tiga raksasa consumer goods di Indonesia, yakni Wings Group, PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR), dan PT Kao Indonesia, makin ketat bersaing di pasar deterjen di indonesia.
Berdasarkan penelusuran Duniaindustri.com, Wings Group masih menguasai pasar deterjen nasional (mencakup deterjen bubuk dan krim) dengan pangsa 52,6%. Wings Group mengandalkan produk utama seperti Wings, Ekonomi, Daia, dan So Klin untuk bersaing dengan PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) yang menguasai 33% pasar deterjen nasional. Unilever mengandalkan produk deterjen seperti Rinso, Surf, dan Omo.
Sedangkan produsen lainnya, seperti PT Kao Indonesia dengan merek Attack dan Dino, menguasai 10%-11% pasar deterjen nasional. Sisanya dikuasai sejumlah produsen seperti PT Sinar Antjol dengan merek B-29, dan PT Jayabaya Raya dengan merek Suroboyo, yang menguasai 4,4% pasar deterjen di Indonesia.
Persaingan di industri deterjen sangat tinggi. Penguasaan pasar suatu produk dapat berubah dengan cepat. Perpaduan pemasaran, mulai dari produk, promosi, harga, hingga akses jangkauan oleh konsumen menjadi strategi penting bagi perusahaan-perusahaan produsen deterjen untuk mempertahankan volume penjualan serta posisi pangsa pasar.
Salah satu faktor yang akan dihadapi oleh industri deterjen saat ini adalah kenaikan bahan baku dan kemasan. Perusahaan harus mampu menyeimbangkan kenaikan harga dengan daya beli konsumen serta strategi pesaing. Industri deterjen juga menghadapi peralihan pilihan merek oleh konsumen yang cepat.
Unilever dan Wings Group memiliki strategi yang berbeda untuk mempertahankan dominasi di pasar deterjen nasional. Jika Unilever menggandeng produsen elektronik terutama mesin cuci untuk memasarkan produk barunya, Wings Group justru memperkuat ekspansi ke sektor hulu, yakni bahan baku deterjen.
Lewat anak usahanya yakni PT Unggul Indah Cahaya, Wings Group memiliki pabrik bahan baku deterjen berupa alkylbenzene terbesar di Asia Pasifik, dengan kapasitas terpasang lebih dari 200 ribu metrik ton per tahun. Selain itu, Wings Group menjalin kerja sama dengan Djarum Group dan Lautan Luas Group untuk membeli Ecogreen Oleochemicals dari Salim Group, yang merupakan produsen bahan baku deterjen, sabun, dan body care dengan kapasitas 100 ribu ton per tahun.(*/)
Sumber: di sini
* Cari data industri dan riset persaingan pasar, klik di sini
** Butuh copywriter andal, klik di sini
*** Butuh content provider profesional, klik di sini
Komentar
Posting Komentar