Ekonomi Berbasis Digital Berpotensi Pulih Lebih Cepat, Market Analisis
Seiring proses pemulihan bertahap iklim bisnis pasca pandemi, ekonomi berbasis digital berpotensi pulih lebih cepat dibandingkan ekonomi konvensional. Karakteristik ekonomi berbasis digital yang mampu mendobrak batas fisik dan waktu, yang justru menjadi hambatan saat puncak pandemi Covid-19, dinilai sesuai dengan preferensi konsumen saat ini.
Tim Duniaindustri.com menyoroti proses pemulihan iklim bisnis pasca pandemi dikaitkan dengan karakteristik sektor-sektor industri yang meraup pertumbuhan di tengah penyebaran Covid-19. Sektor industri berbasis digital seperti e-commerce, digital banking, electronic money (uang digital), financial technology (fintech) lending, games (esport), masih mampu mencatatkan pertumbuhan, meski ikut melambat terkena ekses pandemi.
Salah satu sektor digital yang mampu mencatatkan pertumbuhan positif, lanjut tim Duniaindustri.com, adalah industri fintech lending yang murni berbasis digital. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per April 2020 mengungkapkan akumulasi penyaluran pinjaman per April 2020 masih bisa tumbuh signifikan baik di Jawa maupun luar Jawa. Akumulasi penyaluran pinjaman fintech lending di Jawa tumbuh sebesar 185,79% secara tahunan (year on year/YoY) menjadi Rp 90,88 triliun, sedangkan di luar Jawa tumbuh lebih tinggi yakni 191,15% secara tahunan menjadi Rp 15,18 triliun. Dengan demikian, akumulasi penyaluran pinjaman fintech lending secara nasional per April 2020 mencapai Rp 106,06 triliun atau naik 186,54%.
Sebelumnya, hingga akhir tahun 2019, akumulasi penyaluran pinjaman fintech lending di Pulau Jawa mencapai Rp 69,82 triliun (+255,93% secara tahunan), dan di luar Jawa mencapai Rp 11,67 triliun (+282,93% secara tahunan).
Data OJK juga menunjukkan akumulasi rekening peminjam (borrower) secara nasional naik 218,75% menjadi 24.770.305 entitas. Akumulasi rekening lender keseluruhan juga naik signifikan per April 2020 mencapai 647.993 entitas (naik 41,99% yoy).
Tim Duniaindustri.com juga mencermati fleksibilitas dan kelincahan industri berbasis digital dalam mempertahankan operasional bisnis selama pandemi memberikan keunggulan dan daya tahan yang lebih solid menghadapi tantangan kondisi pembatasan sosial. Hal ini juga mulai disadari oleh pelaku industri untuk melakukan transformasi bisnis ke arah digital sebagai salah satu tulang punggung pendapatan (revenue center) di samping mengandalkan pola konvensional.
Terlebih lagi jika pemulihan penjualan eceran dapat pulih dengan laju yang lebih cepat pada Oktober 2020, sesuai hasil survei Bank Indonesia (BI). Tim Duniaindustri.com menilai ekspektasi pemulihan penjualan eceran makin dapat mendorong akselerasi pemulihan industri berbasis digital pasca pandemi.
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) juga mulai optimistis memberikan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun depan, setelah perlambatan di tahun ini. BI secara terang-terangan memperkirakan ekonomi nasional 2021 mampu bangkit ke kisaran 5%-6%.
“Ke depan, Bank Indonesia memprakirakan perekonomian yang menurun pada 2020 akan kembali membaik pada 2021. Pertumbuhan ekonomi diprakirakan menurun pada kisaran 0,9%-1,9% pada 2020 dan kembali meningkat pada kisaran 5%-6% pada 2021. Pertumbuhan tersebut disertai dengan inflasi yang terjaga dalam sasarannya 3,0%±1%. Sementara itu, defisit transaksi berjalan diprakirakan sekitar 1,5% PDB pada 2020 dan di bawah 2,5%-3,0% PDB pada 2021,” kata Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Onny Widjanarko dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (22/6)
Tim Duniaindustri.com menilai prediksi BI pada 2021 dapat tercapai dengan catatan, antara lain kolaborasi kebijakan fiskal dan moneter yang lebih sinkron dan probisnis untuk mengakselerasi pemulihan ekonomi pasca pandemi. Fungsi intermediasi perbankan perlu diperkuat untuk mendukung sektor produktif agar mampu menjadi motor pemulihan ekonomi nasional.
Di sisi lain, tim Duniaindustri.com juga menyoroti perlu adanya koordinasi yang lebih intens antara pemerintah, BI, dan dunia usaha untuk memformulasikan kebijakan fast recovery strategy pasca pandemi. Jika tidak, ekspektasi kenaikan penjualan pada Oktober 2020 akan sirna.
Onny Widjanarko menerangkan Bank Indonesia tetap melihat ruang penurunan suku bunga seiring rendahnya tekanan inflasi, terjaganya stabilitas eksternal, dan perlunya mendorong pertumbuhan ekonomi. Dalam Rapat Dewan Gubernur 17-18 Juni 2020, Bank Indonesia memutuskan untuk menurunkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 4,25%, melanjutkan kebijkakan stabilisasi nilai tukar Rupiah dan pelonggaran likuiditas (quantitative easing), serta memberikan jasa giro kepada bank sebesar 1,5% per tahun.
Menurut Onny Widjanarko, kontraksi perekonomian global berlanjut, sementara pertumbuhan ekonomi Indonesia diprakirakan menurun, meskipun perkembangan terkini menunjukkan tekanan mulai berkurang. Menghadapi perkembangan tersebut, Bank Indonesia menempuh respons bauran kebijakan untuk memitigasi risiko dampak COVID-19 terhadap perekonomian, serta bersinergi erat mengambil langkah-langkah kebijakan lanjutan yang diperlukan secara terkoordinasi dengan Pemerintah dan KSSK untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, serta pemulihan ekonomi nasional. Demikian intisari Tinjauan Kebijakan Moneter Juni 2020 yang diterbitkan untuk menyampaikan hasil evaluasi atas perkembangan ekonomi terkini dan kondisi moneter, serta keputusan respons kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia.
Kontraksi perekonomian global berlanjut, sementara ketidakpastian pasar keuangan global menurun seiring penyebaran COVID-19 yang melandai. Pembatasan aktivitas ekonomi sebagai langkah penanganan COVID-19 berisiko menurunkan pertumbuhan ekonomi global 2020 lebih besar dari prakiraan awal. Namun, kontraksi volume perdagangan dunia dan penurunan harga komoditas tidak sedalam prakiraan sebelumnya. Respons kebijakan dan relaksasi pembatasan kegiatan ekonomi mulai mendorong kegiatan ekonomi di beberapa negara. Seiring dengan itu, risiko ketidakpastian global menurun, dan mendorong aliran modal ke negara berkembang serta mengurangi tekanan nilai tukarnya, termasuk Indonesia.
Pada triwulan II 2020, pertumbuhan ekonomi Indonesia diprakirakan menurun meskipun tekanan mulai berkurang. Ekspor menurun sejalan dengan kontraksi perekonomian global, sementara konsumsi rumah tangga dan investasi menurun sejalan dengan dampak kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Bank Indonesia memprakirakan proses pemulihan ekonomi mulai menguat pada triwulan III 2020 sejalan relaksasi PSBB sejak pertengahan Juni 2020 serta stimulus kebijakan yang ditempuh. “Perkembangan tersebut disertai dengan ketahanan eksternal perekonomian yang tetap baik, inflasi yang rendah, serta stabilitas sistem keuangan dan kelancaran sistem pembayaran yang tetap terjaga. Namun, risiko pandemi COVID-19 tetap perlu terus dicermati,” jelas Onny Widjanarko.(*/)
Sumber: klik di sini
Tim Duniaindustri.com menyoroti proses pemulihan iklim bisnis pasca pandemi dikaitkan dengan karakteristik sektor-sektor industri yang meraup pertumbuhan di tengah penyebaran Covid-19. Sektor industri berbasis digital seperti e-commerce, digital banking, electronic money (uang digital), financial technology (fintech) lending, games (esport), masih mampu mencatatkan pertumbuhan, meski ikut melambat terkena ekses pandemi.
Salah satu sektor digital yang mampu mencatatkan pertumbuhan positif, lanjut tim Duniaindustri.com, adalah industri fintech lending yang murni berbasis digital. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per April 2020 mengungkapkan akumulasi penyaluran pinjaman per April 2020 masih bisa tumbuh signifikan baik di Jawa maupun luar Jawa. Akumulasi penyaluran pinjaman fintech lending di Jawa tumbuh sebesar 185,79% secara tahunan (year on year/YoY) menjadi Rp 90,88 triliun, sedangkan di luar Jawa tumbuh lebih tinggi yakni 191,15% secara tahunan menjadi Rp 15,18 triliun. Dengan demikian, akumulasi penyaluran pinjaman fintech lending secara nasional per April 2020 mencapai Rp 106,06 triliun atau naik 186,54%.
Sebelumnya, hingga akhir tahun 2019, akumulasi penyaluran pinjaman fintech lending di Pulau Jawa mencapai Rp 69,82 triliun (+255,93% secara tahunan), dan di luar Jawa mencapai Rp 11,67 triliun (+282,93% secara tahunan).
Data OJK juga menunjukkan akumulasi rekening peminjam (borrower) secara nasional naik 218,75% menjadi 24.770.305 entitas. Akumulasi rekening lender keseluruhan juga naik signifikan per April 2020 mencapai 647.993 entitas (naik 41,99% yoy).
Tim Duniaindustri.com juga mencermati fleksibilitas dan kelincahan industri berbasis digital dalam mempertahankan operasional bisnis selama pandemi memberikan keunggulan dan daya tahan yang lebih solid menghadapi tantangan kondisi pembatasan sosial. Hal ini juga mulai disadari oleh pelaku industri untuk melakukan transformasi bisnis ke arah digital sebagai salah satu tulang punggung pendapatan (revenue center) di samping mengandalkan pola konvensional.
Terlebih lagi jika pemulihan penjualan eceran dapat pulih dengan laju yang lebih cepat pada Oktober 2020, sesuai hasil survei Bank Indonesia (BI). Tim Duniaindustri.com menilai ekspektasi pemulihan penjualan eceran makin dapat mendorong akselerasi pemulihan industri berbasis digital pasca pandemi.
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) juga mulai optimistis memberikan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun depan, setelah perlambatan di tahun ini. BI secara terang-terangan memperkirakan ekonomi nasional 2021 mampu bangkit ke kisaran 5%-6%.
“Ke depan, Bank Indonesia memprakirakan perekonomian yang menurun pada 2020 akan kembali membaik pada 2021. Pertumbuhan ekonomi diprakirakan menurun pada kisaran 0,9%-1,9% pada 2020 dan kembali meningkat pada kisaran 5%-6% pada 2021. Pertumbuhan tersebut disertai dengan inflasi yang terjaga dalam sasarannya 3,0%±1%. Sementara itu, defisit transaksi berjalan diprakirakan sekitar 1,5% PDB pada 2020 dan di bawah 2,5%-3,0% PDB pada 2021,” kata Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Onny Widjanarko dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (22/6)
Tim Duniaindustri.com menilai prediksi BI pada 2021 dapat tercapai dengan catatan, antara lain kolaborasi kebijakan fiskal dan moneter yang lebih sinkron dan probisnis untuk mengakselerasi pemulihan ekonomi pasca pandemi. Fungsi intermediasi perbankan perlu diperkuat untuk mendukung sektor produktif agar mampu menjadi motor pemulihan ekonomi nasional.
Di sisi lain, tim Duniaindustri.com juga menyoroti perlu adanya koordinasi yang lebih intens antara pemerintah, BI, dan dunia usaha untuk memformulasikan kebijakan fast recovery strategy pasca pandemi. Jika tidak, ekspektasi kenaikan penjualan pada Oktober 2020 akan sirna.
Onny Widjanarko menerangkan Bank Indonesia tetap melihat ruang penurunan suku bunga seiring rendahnya tekanan inflasi, terjaganya stabilitas eksternal, dan perlunya mendorong pertumbuhan ekonomi. Dalam Rapat Dewan Gubernur 17-18 Juni 2020, Bank Indonesia memutuskan untuk menurunkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 4,25%, melanjutkan kebijkakan stabilisasi nilai tukar Rupiah dan pelonggaran likuiditas (quantitative easing), serta memberikan jasa giro kepada bank sebesar 1,5% per tahun.
Menurut Onny Widjanarko, kontraksi perekonomian global berlanjut, sementara pertumbuhan ekonomi Indonesia diprakirakan menurun, meskipun perkembangan terkini menunjukkan tekanan mulai berkurang. Menghadapi perkembangan tersebut, Bank Indonesia menempuh respons bauran kebijakan untuk memitigasi risiko dampak COVID-19 terhadap perekonomian, serta bersinergi erat mengambil langkah-langkah kebijakan lanjutan yang diperlukan secara terkoordinasi dengan Pemerintah dan KSSK untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, serta pemulihan ekonomi nasional. Demikian intisari Tinjauan Kebijakan Moneter Juni 2020 yang diterbitkan untuk menyampaikan hasil evaluasi atas perkembangan ekonomi terkini dan kondisi moneter, serta keputusan respons kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia.
Kontraksi perekonomian global berlanjut, sementara ketidakpastian pasar keuangan global menurun seiring penyebaran COVID-19 yang melandai. Pembatasan aktivitas ekonomi sebagai langkah penanganan COVID-19 berisiko menurunkan pertumbuhan ekonomi global 2020 lebih besar dari prakiraan awal. Namun, kontraksi volume perdagangan dunia dan penurunan harga komoditas tidak sedalam prakiraan sebelumnya. Respons kebijakan dan relaksasi pembatasan kegiatan ekonomi mulai mendorong kegiatan ekonomi di beberapa negara. Seiring dengan itu, risiko ketidakpastian global menurun, dan mendorong aliran modal ke negara berkembang serta mengurangi tekanan nilai tukarnya, termasuk Indonesia.
Pada triwulan II 2020, pertumbuhan ekonomi Indonesia diprakirakan menurun meskipun tekanan mulai berkurang. Ekspor menurun sejalan dengan kontraksi perekonomian global, sementara konsumsi rumah tangga dan investasi menurun sejalan dengan dampak kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Bank Indonesia memprakirakan proses pemulihan ekonomi mulai menguat pada triwulan III 2020 sejalan relaksasi PSBB sejak pertengahan Juni 2020 serta stimulus kebijakan yang ditempuh. “Perkembangan tersebut disertai dengan ketahanan eksternal perekonomian yang tetap baik, inflasi yang rendah, serta stabilitas sistem keuangan dan kelancaran sistem pembayaran yang tetap terjaga. Namun, risiko pandemi COVID-19 tetap perlu terus dicermati,” jelas Onny Widjanarko.(*/)
Sumber: klik di sini
Mari Simak Coverage Riset Data Spesifik Duniaindustri.com:
Market database
* Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 185 database, klik di sini
Manufacturing data
Market research data
Market leader data
Market investigation
Market observation
Market intelligence
Monitoring data
Market Survey/Company Survey
Multisource compilation data
Market domestic data
Market export data
Market impor data
Market directory database
Competitor profilling
Market distribution data
Company database/directory
Mapping competition trend
Profiling competitor strategy
Market data analysist
Historical data
Time series data
Tabulation data
Factory directory database
Market segmentation data
Market entry strategy analysist
Big data processor
Financial Modeling/Feasibility Study
Price trend analysist
Data business intelligence
Customized Direktori Database
** Butuh competitor intelligence, klik di sini
*** Butuh copywriter specialist, klik di sini
**** Butuh content provider (branding online), klik di sini
***** Butuh jasa medsos campaign, klik di sini
Database Riset Data Spesifik Lainnya:
- Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 185 database, klik di sini
- Butuh 24 Kumpulan Database Otomotif, klik di sini
- Butuh 18 Kumpulan Riset Data Kelapa Sawit, klik di sini
- Butuh 15 Kumpulan Data Semen dan Beton, klik di sini
- Butuh 8 Kumpulan Riset Data Baja, klik di sini
- Butuh 15 Kumpulan Data Transportasi dan Infrastruktur, klik di sini
- Butuh 9 Kumpulan Data Makanan dan Minuman, klik di sini
- Butuh 6 Kumpulan Market Analysis Industri Kimia, klik di sini
- Butuh 3 Kumpulan Data Persaingan Pasar Kosmetik, klik di sini
- Butuh competitor intelligence ataupun riset khusus (survei & observasi), klik di sini
- Butuh copywriter specialist, klik di sini
- Butuh content provider (online branding), klik di sini
- Butuh market report dan market research, klik di sini
- Butuh perusahaan konsultan marketing dan penjualan, klik di sini
- Butuh menjaring konsumen korporasi dengan fitur customized direktori database perusahaan, klik di sini
Setuju banget gan, sundul
BalasHapusBisnis digital memang pasar masa depan
BalasHapus